Keluang, Musi Banyuasin. PartTimeNews.com — Kebakaran akibat aktivitas ilegal drilling kembali terjadi di area perkebunan kelapa sawit HGU PT Hindoli, Kecamatan Keluang, Kabupaten Musi Banyuasin, pada Selasa siang, 11 November 2025. Peristiwa ini bukan yang pertama kalinya, melainkan telah berulang kali terjadi di wilayah tersebut tanpa penanganan yang tegas dari aparat penegak hukum (APH) setempat.
Menanggapi hal ini, Ketua Gerakan Mahasiswa dan Pemuda (GEMPA) Muba, Nur Muhammad Ramadhan, menyampaikan keprihatinannya atas lemahnya respons pihak kepolisian dalam menindak pelaku ilegal drilling yang kerap menimbulkan kebakaran dan ancaman lingkungan serius.
“Saya prihatin terhadap kinerja APH yang berada di Kecamatan Keluang ini, karena seakan tidak peduli dan menutup mata ketika ada kebakaran akibat ilegal drilling yang sering terjadi. Tidak ada upaya untuk segera menutup aktivitas ini, malah dibiarkan saja,” ujar Ramadhan.
Lebih lanjut, Ramadhan menilai bahwa kebakaran yang terus berulang menjadi bukti nyata lemahnya kinerja Kapolsek Keluang dan Kapolres Musi Banyuasin beserta jajarannya. Menurutnya, tidak ada keberanian dan ketegasan dalam mengambil kebijakan untuk memberantas praktik ilegal drilling dan ilegal refinery yang beroperasi di wilayah hukum mereka.
“Seharusnya Polsek Keluang bersama Polres Musi Banyuasin mengambil langkah tegas menutup aktivitas ilegal drilling dan ilegal refinery agar kebakaran sumur minyak tidak terus terulang. Ini menunjukkan buruknya kinerja aparat yang seolah-olah membiarkan praktik tersebut,” tegasnya.
Ramadhan juga menyayangkan sikap pasif aparat penegak hukum setempat, terutama Kapolsek Keluang, yang menurutnya tidak mampu menjalankan fungsi penegakan hukum di wilayahnya secara optimal.
Secara hukum, pelaku ilegal drilling dapat dijerat dengan Pasal 52 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja (UU No. 6 Tahun 2023), dengan ancaman pidana penjara maksimal enam tahun dan denda hingga Rp60 miliar. Selain itu, pelaku juga dapat dijerat Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jika dilakukan secara bersama-sama. Bila kegiatan tersebut mengakibatkan kerusakan lingkungan, pelaku bisa dijerat Pasal 53 UU Cipta Kerja, dengan ancaman penjara maksimal lima tahun atau denda hingga Rp50 miliar.
Sebagai bentuk keseriusan, Ketua GEMPA Muba menegaskan akan melaporkan dan meneruskan insiden ini kepada Kapolda Sumatera Selatan hingga ke Mabes Polri, agar mendapatkan perhatian dan tindakan nyata dari aparat di tingkat yang lebih tinggi.
“Kami akan terus mendorong penegakan hukum atas kasus ini agar tidak terus memakan korban dan merusak lingkungan. Ini sudah darurat,” pungkas Ramadhan.
Redaksi



